Anak dengan hambatan Intelektual




Anak dengan hambatan Intelektual

A.     PENGERTIAN ANAK DENGAN HAMBATAN INTELEKTUAL
Menurut Soemantri S:2007.Sebutan anak  yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan  dalam interaksi sosial adalah Tunagrahita keterbelakang mental atau istilah asingnya disebut :
-         1. Mental Retardation
-         2. Mental Defective
-         3. Mental Deficiency
-         4. Mentally Retarded,
-         5. dan lain-lain
Anak tunagrahita membutuhkan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam pendidikannya Alfred Binet melontarkan ide baru untuk meneliti anak tunagrahita yang disebut ”Mental Level” dan kemudian menjadi ”Mental Age”.
”Mental Age” adalah kemmapuan mental yang dimiliki seorang anak pada usia tertentu (Cronology Age). Anak Tunagrahita atau keterbelakangan mental maka MA lebih rendah daripada umurnya (Cronology Age) atau CA.
MA dipandang juga sebagai indeks dari perkembangan kognitif seorang anak. Dalam perkembangannya seorang anak Tunagrahita dibandingkan anak normal terlihat  lebih jelas.
Definisi anak tungrahita yang dikembangkan oleh AAMD (Americaan Associatioan of Mental Deficiency) pendapat dari Kaufmann dan Hallahan, 1986 sebagai berikut : ”Keterbelakangan mental menunjukan fungsi intelektual dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku terjadi pada masa perkembangan”
Penyesuaian perilaku, maksudnya bagaimana anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Anak tunagrahita perkembangannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.
Ada beberapa karakteristik tunagrahita yang dapat kita pelajari :
1.      Keterbasan Intelegensi
Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal :
mempelajari informasi,  kekurangan dalam keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi kehidupan baru, kekurangan dalam belajar dari pengalaman masa lalu, kekurangan dalam berfikir abtrak seperti belajar berhitung, kekurangan dalam berkreasi, menilai secara kritis, kekurangan dalam menghindari kesalahan-kesalahan, kekurangan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan, tidak ada kemampuan untuk merencanakan masa depan.
Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2.      Keterbatasan Sosial
Anak Tunagrahita memiliki kesulitan dalam megurus diri sendiri dalam masyarakat, mereka memerlukan bantuan. Bahkan mereka cenderung bermain dengan anak yang lebih muda usianya. Anak tunagrahita tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3.      Keterbatasan Fungsi Mental Lainnya.
Anak tunagrahita hanya membutuhkan kata-kata yang konkrit yang sering didengarnya, karena kurang berfungsinya pusat pengolahan. (perbendaharaan kata.)

B.    KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Berdasarkan taraf intelegensinya anak tunagrahita dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) keterbelakangan , yaitu : ringan, sedang, berat.
1.      Tunagrahita Ringan (moron atau debil) IQ 65-52 menurut Binet, menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Dengan bimbingan yang baik, masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana, dan pada saatnya akan memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri, misalnya sebagai pekerja laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan sebagai pekerja pabrik dengan sedikit pengawasan.
2.      Tunagrahita Sedang (imbesil) IQ 51-36 menurut skala Binet, 54-40 menurut skala Weschler. Tunagahita sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Anak Imbesil ini dapat doiajari membaca, menulis, dan berhitung.  Anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan terus menerus. Mereka juga masih dapat bekerja ditempat kerja terlindung. (shelter workshop).
3.      Tunagrahita Berat (idiot) atau severe
Menurut skala Binet IQ anak Tunagrahita berat hanya mencapai 32-30 sedangkan menurut skala Weschler antara 39-25.
Di bawah idiot ada tunagrahita sangat berat disebut Profound, IQ nya di bawah 24, dan MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari umur tiga tahun. Anak tunagrahita berat seluruh aktivitas hidupnya memerlukan bantuan.

C.    PERKEMBANGAN FISIK ANAK TUNAGRAHITA
Anak yang hampir sama dalam perkembangan anak tunagrhita dengan anak normal yaitu fungsi perkembangan jasmani dan motorik, walaupun perkembangannya tidak secepat perkembangan normal.
Anak normal dapat belajar keterampilan gerak-gerak fundamental secara instinktik pada saat beramain, di anatarnya :
1.      Locomotor Skill
2.      Object Control
3.      Rhytmic Skill
Bagi anak tunagrahita untuk melakukan gerak-gerak fundamental harus dilatih secara khusus, karena itu pentingnya bagi guru untuk mempropagandakan latihan-latihan gerak fundamental dalam pendidikan anak tunagrahita.

D.    PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK TUNAGRAHITA
Suppes (1974) menjelaskan bahwa kognisi merupakan bidang yang luas meliputi semua keterampilan akademik yang berhubungan dengan wilayah persepsi. Mesaan, Conger, dan Kagan (1974) menjelaskan bahwa kognisi terdiri dari :
1.      Persepsi
2.      Memori
3.      Pemunculan Ide-ide
4.      Evaluasi
5.      Penalaran
Proses itu meliputi : skema, gambaran, simbol, konsep dan kaidah-kaidah.
Kognisi meliputi proses di mana pengetahuan itu diperolaeh, disimpan dan dimanfaatkan.
Anak normal memiliki kaidah dan strategi dalam memecahkan masalah, sedangkan anak tunagrahita bersifat trial dan error.
Anak tunagrahita membutuhkan waktu lebih lama dibanding anak normal dalam kecepatan menjawab soal.
Penelitian mengenai Verbal Recall tidak efesien dalam strategi memproses recall (Suhaery, HN, 1984).

E.     PERKEMBANGAN BAHASA ANAK TUNAGRAHITA
Bahasa didefinisikan oleh Myklebust (1955) sebagai perilaku simbolik mencakup kemampuan mengikhtisarkan, mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai simbol untuk berfikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan. Myklebust (1960) mengemukakan lima tahapan abstraksi; sensori persepsi, perumpamaan, simbolisasi, dan konseptualisasi. Anak tunagrahita perkembangannya mengenai hal ini lemah.
Anak normal mengalami perkembangan sebagai berikut :


 
Visual receptive
languange reading



 
Auditory expressive
languange speaking



 
Auditory receptive languange
Comprehending spoken word




 
Inner languange
Auditory Symbol and Experience



 
Experience



1.      Inner Languange
Inner languange adalah aspek bahasa yang pertama berkembang, muncul mulai umur 6 bulan. Karakteristik perilaku tang dari mulai pembentukan konsep-konsep sederhana; sampai pada puncaknya dapat  bermain dengan mainan dalam situasi yang bermakna. Contohnya menyusun perabot di dalam bermain rumah-rumahan. Bentuk yang lebih kompleks lagi adalah mentransformasikan pengalaman dalam bentuk simbol bahasa. Bagi anak tunagrahita mengenai Inner languangenya berkembang lambat.
2.      Receptive languange
Anak normal umur 6 bulan mulai mengerti sedikit demi sedikit tentang apa yang dikatakan orang lain kepadanya, mulai merespon, mulai sedikit mengerti perintah. Umur 4 tahun menguasai kemahiran mendengar dan setelah itu proses penerimaan (receptive proses) memberikan perluasan kepada sistem bahasa verbal. Anak tunagrahita leih lambat.
3.      Expressive Languange
Menurut myklebust expressive languange perkembangan bahasa anak tunagrahita mengalami hambatan, dalam hal ini dikarenakan perkembangan kognisi anak tunagrahita mengalami hambatan.
Anak tunagrahita mengalami gangguan artikulasi, kualitas siara dan ritme anak normal dan anak tunagrahita yang memuiliki MA yang sama maka anak tunagrahita akan memperlihatkan level yang sama dalam perkembangan morfologi, tetapi dengan CA sama, anak tunagrahita memiliki tahap lebih rendah morfoginya.
Dalam penelitian Endan Rochyadi (1983) membuktikan bahwa MA berkorelasi dengan kemampuan tata bahasa (sintaksis), sedangkan CA berkorelasi dengan perbendaharaan kata. Ini berarti sintaksis memerlukan kemampuan kecerdasan yang baik.
Selain itu menurut Karlin dan Strazzulla bahwa salah satu ciri anak tunagrahita adalah adanya gangguan bicara,Yoder dan Miler memperkirakan bahwa 70% sampai 90% anak tunagrahita kelompok moderate dan severely mengalami gangguan artikulasi,sedangkan Dunn melaporkan bahwa anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah 25 tidak pernah belajar bicara,sementara itu McLean&Synder menemukan bahwa anak tunagrahita cenderung mengalami kesulitan dalam ketrampilan morfologi,sintaksis,dan semantik. Dalam hal semantik mereka cenderung kesulitan dalam penggunaan kata benda,sinonim,penggunaan kata sifat,dan dalam pengelompokkan hubungan antara obyek dengan ruang,waktu,kualitas dan Kuantitas(Kofi Marfo,1984).
Anak tunagrahita lebih lambat perkembangan semantiknya daripada anak normal. Termasuk perkembangan vocabulary (kosa kata) lebih lambat ketibang anak normal (dalam kata permenit).


F.     EMOSI, PENYESUAIAN SOSIAL DAN KPRIBADIAN ANAK TUNAGRAHITA
Perkembangan Dorongan (Drive) dan emosi berkaitan dengan derajat keterampilan seorang anak. Anak tunagrahita berat tidak dapat menunjukkan dorongan pemeliharaan dirinya sendiri. Anak tunagrahita sedang, dorongan berkembang lebih baik tetapi kehidupan emosinya terbatas pada emosi-emosi sederhana.
Pada anak keterbelakang  ringan, kehidupan emosinya tidak jauh berbeda dengan anak normal. Dapat memperlihatkan kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana terharu, bisa mengekspresikan kegembiraan tetapi sulit mengungkapkan kekaguman.
Pengalaman-pengalaman pada masa anak-anak dalam pnyesuaian diri sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian.
Dari hasil penelitan oleh Mc Iver dengan menggunakan Children’s Personality Questionare anaj tunagrahita memiliki kekurangan.
Bagi tunagrahita pria kekurangannya tidak matangnya emosi, defresi, bersikap dingin, penyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsif (menurut kata hati), lancang dan merusak. Bagi tunagrahita wanita di antaranya ; mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan.
Anak tungrahita bisa mencintai, bergembira, simpatik dan yang bersifat negatif bisa tekat, giris, marah dan benci.
Dalam penelitian Zigler (1961) dan Steneman (1962,1969) anak tunagrahita banyak bergantung pada orang lain. Dan kurang terpengaruh oleh bantuan sosial. Anak tunagrahita jarang diterima, bahkan sering ditolak oleh kelompok, serta jarang menyadari posisi diri dalam kelompok.


G.    DAMPAK KETUNAGRAHITAAN
Orang yang paling banyak menanggung beban akibat tunagrahita adalah orang tua dan kelurga anak tersebut, sehingga merupakan psikiatri keluarga.
Saat yang kritis adalah ketika keluarga itu pertama kali menyadari bahwa anak mereka normal seperti anak lainnya. Jika anak terlihat ada gejala fisikk (misalnya mongol) segera dapat diketahui, tetapi yang mengagetkan orang tua adalah letunagrahitaan anak baru diketahui dari hasil pemeriksaan, karena tidak ada gejala-gejala fisik.
Dianjurkan bagi orang tua yang kaget dan menolak keberadaan anaknya agar sejak awal orang tua diperkenalkan dengan orang tua lain yang mempunyai anak cacat juga, agar merasa tidak sendirian.
Reaksi orang tua berbeda-beda dalam menghadapi anaknya yang cacat, tergantung apakah kecacatannya segera diketahui atau terlambat diketahui, dan derajat ketunagrahitaannya jelas terlihat orang lain atau tidak.
Perasaan orang tua berbeda-beda, juga tingkah lakunya, di antaranya :
1.      Perasaan melindungi anak secara berlebihan
2.      Ada persaan bersalah melahirkan anak berkelainan
3.      Kehilangan kepercayaan anak mempunyai anak yang normal
4.      Melakukan konsiltasi untuk mendapat berita-berita yang lebih baik.
5.      Orang tua merasa berdosa sampai mengalami defresi.
6.      Orang tua bingung dan malu menarik diri dari pergaulan, penyendiri.
Saat-sata kritis terjadi pada orang tua ketika :
-         Pertama kali mengetahui anaknya cacad
-         Memasuki usia sekolah
-         Meninggalkan sekolah
-         Orang tua bertambah tua, tak mampu lagi memelihara anak yang cacat
Masyarakat awam kadang-kadang, pandangannya terhadap anak tunagrahita tidak berbeda dengan orang gila. Anak tunagrahita baik juga dipisahkan di tempat-tempat penampungan, tetapi dapat pula mengakibatkan ketegangan orang tua, terlebih bagi ibu yang sudah terlalu menyanyangi anak-anaknya.






Sumber
Sutjihati soemantri,2007 psikologi Anak luar biasa
Depdiknas,ditjen dikti 2007,intervensi dini abk





























Comments

Popular posts from this blog

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak